Pages

Friday 10 December 2010

Bahasa (Sunda) dan Budaya

Kembali aku mengangkat masalah pelajaran dalam ceritaku (maklumlah, yang nulisnya ketemunya yang beginian mulu tiap hari), dan kali ini yang akan menjadi bintangnya adalah BAHASA SUNDA.

Bahasa Sunda adalah bahasa daerah untuk para warga yang tinggal dan menetap di kawasan pasundan atau priangan. Awalnya, menurutku adalah hal yang bagus, melestarikan budaya daerah sendiri oleh para "panglima-panglima kecil" pasundan. namun hari ke hari, pasundan menjadi tempat bagi seluruh bangsa, budaya, dan orang-orang di Indonesia, jadi sekarang bahasa sunda dipelajari oleh mereka yang menetap dan tinggal yang mengenyam pendidikan di tanah pasundan.

Banyak yang menggadang-gadang pelestarian dan penguasaan bahasa sunda sebagai cara untuk melestarikan dan tetap menjaga nilai-nilai budaya, jadi untuk jangka panjangnya adalah pengenalan bahasa sunda plus budaya-budaya pada dunia luas. tentu hal seperti ini harus dibangun dari sekarang, dari pendidikan dini. menurutku sih inti dasar konsep dan tujuannya sudah benar, tapi dalam konsepnya kurang bagus, lagi-lagi dalam masalah perbandingan antara teori dan praktek. Jujur saja, dari puluhnan teori tentang bahasa sunda yang kupelajari sejak SD sampai sekarang kelas 9 SMP, hanya sedikit yang menempel sampai sekarang. karena selama ini pola belajar hanya teori, lalu ulangan, lalu kita juga menghafal dan belajar bukan untuk praktek ke depannya, tapi hanya untuk ulangan dan nilai. Sedih memang, tapi begitulah adanya.

Kalau dimataku semua masalah pelajaran bahasa sama saja, namun masalah pelajaran bahasa sunda tidak sepelik Bahasa Indonesia. untungnya lagi, manfaat pelajaran bahasa sunda ini memang terasa sampai kita dewasa (dengan catatan masa dewasa kita di tanah pasundan juga, karena kalau di tempat lain jadi kurang berguna) karena di tanah pasundan ini bahasa sunda sudah melebur menjadi keseharian masyarakat (salah satu aspek yang aku sukai, jadi masyarakat tidak kehilangan identitas budaya).
Tapi coba kalau kita tengok Jakarta, di kota ini bahasa daerah menjadi aneh, dan orang yang menggunakan bahasa daerah dinilai ga gaul atau semacamnya, hal ini membuat orang enggan mempergunakan bahsa daerahnya, padahal selama ini pusat (Jakarta) sendiri yang menggadang-gadang pelestarian bahasa. Jadi bahasa daerah terasa 'no sense'.

Oya, satu lagi, kalau aspek ini lebih ke ketertarikan siswa, jaman sekarang, jamannya korea berjaya, siswa terkadang memilih untuk lebih mendalami bahasa korea daripada bahasa sunda, korea hanya contohnya (aku sendiri tertariknya sama bahasa Jerman). Hal ini terjadi karena pengaruh pembentukan citra, selama ini orang yang berpengaruh dan keren dimata siswa menggunakannya bahasa asing, bukan bahasa sunda, jadi mereka juga inginnya bisa bahasa asing itu, bukan bahasa sunda. Coba kalau keadaannya para artis di negeri ini ngomongnya pake bahasa sunda, pasti banyak juga yang pengen bisa bahasa sunda. Dan citra kalau yang menggunakan bahasa sunda itu 'orang kampung' (maaf), orang kasta kedua, orang ga gaya, dan segalanya yang jelek, padahal itu kan warisan budaya.

Jadi bagaimana solusinya? yaa, salah satunya perbanyak praktek, praktek, dan pencitraan bahasa sunda sebagai bahasa yang keren, bukan bahasa kasta kedua.

Sekian ulasan pemikirannya, sebetulnya aku juga penguasaan bahasa sundanya pas-pasan, hehehe :D.
Sekian jeung hatur nuhunn

No comments:

Post a Comment